SELAMAT DATANG DI WEBSITE CYBER EXTENSION BADAN PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN (BPKP) KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

Kamis, 30 Juni 2011

SWALAYAN 'MENJAMUR', PASAR TRADISIONAL 'BERJAMUR'


Kehadiran Pasar Swalayan yang tumbuh dengan pesat telah menimbulkan kekhawatiran
akan kelangsungan Pasar Tradisional. Karenanya, pemerintah menetapkan
 kebijaksanaan Pasar Swalayan di daerah tingkat II
untuk melindungi Pasar Tradisional.



Saat ini swalayan-swalayan dengan sistem waralabanya menjamur hingga kepelosok-pelosok kecamatan negeri ini. Swalayan juga dibangun dengan bersih, rapi dan menarik serta harga yang ditawarkan kadang lebih murah dibandingkan dengan pasar tradisional. Bagaimana nasib Pasar Tradisional? Keadaanya sangat memprihatinkan dan jauh berbeda dengan pasar swalayan. Di pasar tradisional kesan yang kita dapatkan; kumuh, barangnya kurang bersih, semrawut, aromanya menyengat dan juga kotor, dan bahkan tidak sedikit yang berbau busuk dan berjamur (SM-Kompas, 2008).
Di lain pihak invasi pasar swalayan semakin membenamkan peran pasar tradisional itu sendiri. Sistem pelayanan, kenyamanan, keamanan, kesehatan dan tentunya juga harga yang ditawarkan lebih menarik bagi sebagian konsumen. Sejatinya pelaku pemasaran menggantungkan hidupnya di pasar tradisional umumnya adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah dengan modal yang terbatas begitu pula halnya dengan segmen konsumen, sehingga kelangsungan pasar tradisional turut mendukung perekonomian rakyat menengah ke bawah. Bagaimana perhatian pemerintah tentang hal tersebut? Mungkinkah keberadaan swalayan-swalayan perlu dibatasi?
Di sini terlihat adanya upaya membatasi perkembangan pasar swalayan, padahal proses berkembangnya pasar swalayan sendiri merupakan hal yang lazim terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah dan pendapatan penduduk, serta pertumbuhan budaya, dimana faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kuantitas, kualitas dan variasi kegiatan perdagangan.
Upaya melindungi pasar tradisional dengan membatasi perkembangan pesaingnya, pasar swalayan justru tidak meningkatkan daya saing pasar tradisional, padahal daya saing perlu ditingkatkan seiring dengan arus liberalisasi ekonomi. Oleh karena itu perlu pengaturan pendirian pasar swalayan yang dikaitkan dengan keberadaannya sebagai pesaing pasar tradisional tanpa menutup kesempatan bagi kedua jenis pasar tersebut untuk tumbuh dan berkembang.
Swalayan vs Pasar Tradisional
Sebagai bahan pertimbangan, maka perlu diketahui kondisi persaingan pasar tradisional dan pasar swalayan, apakah keberadaan pasar swalayan telah menggantikan pasar tradisional? Dari beberapa indikator persaingan (Sulistyowati, 2005):
Kesatu – Kehadiran pasar swalayan yang tumbuh dengan pesat belum sepenuhnya mampu menggantikan peran pasar tradisional, karena hanya 17,72% pasar swalayan yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari secara lengkap. Minat masyarakat untuk berbelanja di kedua jenis pasar cukup besar.
Kedua – Preferensi masyarakat terhadap jenis komoditas yang dibeli menunjukkan bahwa pasar tradisional adalah tempat berbelanja bahan pokok yang tidak lama (sayuran, daging-ayam-ikan, telur, bumbu dapur dan beras), sedangkan pasar swalayan adalah tempat berbelanja barang kelontong dan bahan pokok yang tahan lama (perlengkapan mandi, deterjen, gula-susu-kopi-teh, makanan ringan, buah dan perabot rumah tangga). Persaingan terjadi pada komoditas minyak goreng ditinjau dari besarnya pendapatan yang diserap pangsa pasar tradisional dan swalayan adalah masing-masing 34% dan 66%.
Ketiga – Dari sisi pelayanan setiap hari menunjukkan kekhasan masing-masing jenis pasar, dimana jam sibuk pasar tradisional pada pagi sampai menjelang siang hari, sedangkan untuk pasar swalayan menunjukkan jam sibuk pada sore hingga malam hari.   
Keempat – Daerah pelayanan pasar swalayan lebih luas dibandingkan pasar tradisional. Daerah pelayanan pasar tradisional adalah daerah dengan jangkauan pelayanan rata-rata 1,56 km, sedangkan pasar swalayan adalah dengan jangkauan pelayanan rata-rata 3,54 km. Sebaran pasar tradisional lebih merata dibandingkan pasar swalayan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persaingan antara pasar tradisional dan pasar swalayan sangat ketat adalah dalam hal segmen pasar, komoditas dan pangsa pasar. Nampak bahwa dominasi pasar tradisional dalam kegiatan perdagangan barang-barang kebutuhan sehari-hari berkurang seiring dengan kehadiran swalayan, namun belum dapat menggantikan pasar tradisional. Untuk itu keberadaan swalayan tidak perlu dibatasi/dilarang, karena walaupun bersaing pasar tradisional masih memiliki keunggulan tersendiri (skala pelayanan dan kelengkapan komoditas kebutuhan sehari-hari terutama bahan pangan pokok).
Kelemahan-kelemahan Pasar Taradisional
Dalam kenyataannya, pengelolaan pasar tradisional menjadi titik penting dalam pemberdayaan pasar. Kelemahan-kelemahan masih sering didapatkan di pasar tradisional dan sebaliknya jarang atau tidak kita jumpai di swalayan.
1.       Menjual hewan hidup seperti ayam, ikan lele, bebek, enthog, kelinci, kambing bahkan sapi dalam jumlah banyak (polusi akibat kotoran yang dihasilkan), sesuatu yang tidak dijumpai di swalayan.
2.       Swalayan terimanya sayuran yang sudah bersih dan dibungkus, sedangkan pasar tradisional sebaliknya. Masih harus mengupas dan bersih sayuran yang turun dari truk, sehingga sampah/limbah nya menumpuk dan menjadi busuk.
3.       Lokasi pasar. 80% pasar tradisional di kota besar berada di kawasan kumuh.  
Namun, hal di atas tidak dapat dijadikan generalisasi pasar tradisional di negeri ini, lihat saja kawasan pasar tradisional BSD Tangerang-Banten sebagai pasar modern yang dikelola dengan manajemen modern. Selain BSD konsep pasar tradisional modern juga bisa ditemukan di Yogyakarta dan Solo. Jadi, masalahnya apa? Toh sudah ada contoh yang berhasil, keberhasilan pasar tradisional untuk bersaing dengan swalayan. Oleh karena itu masalah sesungguhnya adalah pemberdayaan dan daya saing pasar tradisional itu sendiri.  

Kebijaksanaan Pemerintah
Persaingan tidak harus dihindari tapi justru untuk dikelola dengan baik, dan tidak saling merugikan satu sama lain, yakni dengan memberdayakan pasar tradisional agar tidak ‘berjamur’ serta menentukan batasan-batasan bagi pasar swalayan agar tidak ‘menjamur’.
A.    Pasar Tradisional
1.       Pembentukan badan pengelola pasar tradisional yang akan menangani manajemen pasar tradisional (mengingat kelemahan pasar tradisional dalam aspek pengelolaan), seperti pengelolaan fasilitas pasar tradisional;
2.       Pengawasan mutu barang secara ketat;
3.       Membentuk jaringan antara koperasi pasar tradisional untuk bekerja sama dengan produsen dalam hal pengadaan barang;
4.       Penataan lingkungan pasar tradisional (parkir area, segmen area untuk pedagang berdasarkan jenis komoditas); dan
5.        Standarisasi dan peningkatan kelas pasar tradisional.

Sejalan dengan program pemberdayaan pasar tradisional, maka pemerintah perlu menerapkan batasan-batasan yang sesuai dan menguntungkan kedua belah pihak, karena keduanya memiliki hak untuk berusaha dan mengembangkan usahanya. Sebagai bahan pertimbangan yang dapat dirujuk untuk pendirian usaha swalayan (supermarket, mini-market dan sejenisnya) adalah sebagai berikut:
B.    Pasar Swalayan
1.       Agar dalam menjalani usahanya itu dapat merangkul pedagang kecil dan pelaku UKM (Usaha Kecil Mikro), sehingga sama-sama berkembang dan tidak ada yang merasa dirugikan. Yakni diantaranya memberi tempat untuk pemasaran produk UKM serta sebagai distributor bagi keperluan barang pedagang untuk dijual kembali.
2.       Mampu memberdayakan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja pada usaha swalayan yang ada. Mampu menyediakan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar.
3.       Desain yang mencirikan kebudayaan daerah/wilayah setempat. Menurut Priyanto (Ka. Kadin Kota Batu), pengaturan desain tersebut dinilai sebagai solusi yang baik dari pada harus membatasi apalagi melarang pendirian supermarket, minimarket dan sejenisnya agar tidak menjamur. “Tidak perlu melarang pendirian toko modern, hanya yang penting saat mengajukan izin sebaiknya disertai desain artistik sesuai estetika kota (menonjolkan ciri khas kota).”
4.       Mendapat rekomendasi dari Camat, RT/RW setempat dengan pertimbangan rekomendasi dari warga (tetangga) sekitar lokasi yakni (Surat Izin Tetangga di atas segel Rp 6.000,- diketahui Lurah atau Camat).
5.       Pembatasan jumlah swalayan dalam satu wilayah setingkat kecamatan, dengan memperhatikan tingkat kepadatan penduduk (kota metropolitan, kota besar dan kota kecil)
6.       Harus didahului dengan kajian sosial dan ekonomi menyangkut pendapatan masyarakat yang bermata pencaharian pedagang kecil dan atau usaha grosir. Jangan sampai mereka gulung tikar dengan adanya peluang (membuka pasar swalayan).
7.       Syarat pendirian, seperti jarak, jam operasional, standar parkir, dan kesesuaian dengan rancangan umum tata ruang kota;
a.     Jarak         :  Minimarket yang dibangun tidak berdekatan dengan sekolah, rumah ibadah, minimarket yang lain, dan atau berdekatan dengan lokasi Pasar Tradisional. Sebagaimana dalam Perwali Pekalongan Nomor 38 tahun 2009 tentang pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, “Bahwa lokasi pendirian minimarket tidak diperkenankan dekat dengan lokasi pasar tradisional”.
b.     Operasi    :  Jam Operasional Pasar Swalayan. Memperhatikan Perpres No.112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Pasal 7 Ayat 1 (a) dan (b) yakni jam buka untuk hari Senin-Jumat mulai Pukul 10.00 Wib sampai Pukul  22.00 Wib, serta hari Sabtu dan Minggu mulai dibuka Pukul 10.00 sampai Pukul 23.00 Wib.
c.     Parkir        :  Lahan parkir yang tersedia harus mampu menampung puluhan kendaraan, atau disesuaikan dengan perkiraan jumlah pengunjung swalayan.
d.     RUTRK     :  Bangunan harus sesuai peruntukan dan mendukung pada tata ruang kota, serta telah memiliki  izin gangguan dan keramaian (HO), sehingga tidak mengganggu kelangsungan pembanguan di masa yang akan datang.
8.       Pengaturan tentang retribusi, pajak dan lainnya secara rinci.
9.       Izin pendirian diberikan dengan batas waktu 3 (tiga) tahun dan akan dilakukan verifikasi ulang setelah masa tenggat habis dengan opsi perpanjangan atau dibekukan.
Sebagai kesimpulan, bahwa baik pasar tradisional maupun pasar swalayan memiliki pangsa pasarnya masing-masing, tinggal bagaimana mengelola keduanya sehingga bersinergi seraya memperkuat perekonomian daerah. Bila bersaing sehat, pasar tradisional dipastikan kalah karena terkait standarisasi harga, fasilitas, keamanan serta kenyamanan masyarakat berada di pasar swalayan. [mkb]*) Dikutip dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar